Anugrah Yulianto Rachman–Nugi. Peneliti Arek Institute.

Kajian Arek (Arek Studies) bak peta yang gelap. Kajian ini belum memiliki pemetaan keilmuan yang jelas seperti kajian tematik lainya. Sebab, belum ada studi yang membahas secara spesifik topik ini. Ini hanyalah dilihat sebagai suatu kajian yang bersinggungan dengan rumpun keilmuan lainnya. Topik ini tidak pernah dikaji berdasarkan suatu bangun keilmuan yang mendasar dan mengakar. 

Secara posisi keilmuan, Arek Studies belum memiliki akar kajian, seperti topik kajian lainya. Berbeda dengan kajian ini, Kajian Jawa (Java Studies), sebagai contoh, telah hadir semenjak masa imperialisme (Kuitenbrouwer, 2014:89-90). Namun kehadirannya juga mengikuti gelombang kelompok akademisi di masa imperialisme Belanda yang masuk ke Hindia-Belanda kala itu. Sebab, pada periode tersebut, Belanda sedang berusaha melakukan ekspansi ke wilayah tersebut

Java Studies sebenarnya telah memiliki pondasi keilmuan sebab, kajian ini telah mengakar semenjak periode tertentu. Adapun, kajian tersebut juga telah terpetakan pionir dalam domainnya. Berbeda dengan kajian Arek, para peneliti kajian Jawa juga telah melakukan penelitian hal-ihwal topik kajian ini semenjak abad 19 an, meskipun penelitian tersebut dilakukan guna kepentingan penjajahan. Karena para penjajah perlu mengerti lanskap dan kondisi masyarakat yang akan ditundukan.  

Di sisi lain, Kajian Arek sedang membangun pondasi keilmuan. Langkah tersebut diambil melalui cara memetakan para peneliti yang telah melakukan penelitian terhadap topik kajian ini. Ada beberapa peneliti, yang dianggap otoritatif, telah mengisi ruang kajian ini. Peneliti tersebut di antara lain adalah Purnawan Basundoro (Sejarawan Kota), Frederick H. William (Sejarawan Kota), Freek Colombijn (Antropolog Perkotaan), Autar Abdillah (Peneliti Sosial), dan lain-lain. 

Secara implisit, peneliti, yang telah disebutkan sebelumnya, telah berkontribusi dalam memberikan kontribusi peta penelitian terhadap kajian ini. Mereka telah melakukan persinggungan dengan topik ini di dalam hasil risetnya, tetapi hal tersebut masih sangatlah terbatas pada persinggungan dengan rumpun disiplin keilmuan masing-masing. Itu belum diikat dalam satu domain kajian tematik tertentu. Namun para peneliti tersebut telah banyak memberikan gambaran peta dari kajian Arek. 

Secara garis besar, hasil penelitian mereka dapat dipetakan ke dalam dua garis besar periodik kajian. Di satu sisi, peneliti, seperti Frederick H. William, Purnawan Basundoro, dan Freek Colombijn, memiliki rentang kajian pada periode kolonialisme. Penelitian mereka melihat kehidupan masyarakat Arek dan gejala masyarakat jajahan di kota pusat sebaran subkultur Arek, yaitu Surabaya. Artinya, kemunculan masyarakat ini ditandai dengan gejala-gejala yang muncul pada periode tersebut.  

Sedangkan, di sisi lainnya, para peneliti, seperti Autar Abdillah dan Akhudiat, meletakan pembentukan budaya Arek sudah terjadi semenjak masa pra kolonialisme. Mereka melihat kehadiran kebudayaan Arek ini telah terbentuk semenjak periode ini. Itu ditandai dengan berbagai gejala yang membentuk budaya ini, seperti fenomena alam, sosial, maupun kebahasaan yang terjadi di lingkungan subkultur Arek (Abdillah, 2007) (Akhudiat, 2007). 

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, kajian Arek sebenarnya telah memiliki posisi sebagai suatu bangun keilmuan. Itu menunjukan bahwa kajian ini telah memiliki banyak persinggungan dengan banyak peneliti. Namun, secara basis keilmuan, kajian Arek belum dapat terpetakan secara utuh dan memadai sebab, kajian ini masih terbatas pada studi-studi yang sifatnya sporadis. Hal tersebut menyebabkan muncul suatu inisiatif untuk membangun rancangan dari studi ini. 

Melalui inisiatif tersebut, kajian Arek dapat terpetakan dan berkembang. Ini sekaligus dapat memberikan kontribusi pada bangun keilmuan maupun menyelesaikan permasalahan di tengah kehidupan subkultur Arek. Sebab, ada begitu banyak permasalahan yang belum dapat dipecahkan hingga hari ini. Sebagai contoh, kasus-kasus kesenian, yang lahir dari rahim masyarakat Arek, yaitu kesenian ludruk. Kesenian ini juga memiliki permasalahan di dalam dirinya akibat dari gerak zaman. 

Oleh sebab itu, kerja penelitian dan pengkajian pada domain ini sangat perlu untuk dilakukan. Itu dapat membantu masyarakat Arek maupun publik akademis untuk merefleksikan sekaligus memajukan kehidupan di dalam komunitas ini. Dalam rangka menunjang kerja tersebut, kajian Arek memerlukan suatu pendekatan yang multi-perspektif. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara membangun studi kolektif bersama sebab, hal tersebut dapat membuka peta kajian ini agar memiliki cakrawala yang lebih luas lagi.  

Semangat kerja studi kolektif tersebut dapat dilakukan dengan membangun kajian yang berbasis pada kerja interdisipliner maupun multidisipliner. Artinya, setiap orang dari berbagai latar belakang dapat melakukan kerja sama untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena di dalam subkultur ini. Hal tersebut menyebabkan kajian ini tidak hanya terbatas pada domain keilmuan tertentu, tetapi kajian ini juga mengembangkan dirinya untuk terlibat dalam dialog baik secara akademis maupun non akademis dalam berbagai sudut pandang. 

Ringkasnya, Arek Studies, sebagai suatu bangun keilmuan, belum memiliki pondasi yang mengakar dan kokoh. Sebab, kajian ini masihlah bersifat sangat sporadis. Perlu adanya suatu kerja besar untuk mengikat fenomena Arek di dalam suatu domain keilmuan sebab, upaya tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas hal-ihwal pemetaan atas studi ini. 

Artikel Lainnya

Kampung Subkultur Arek

Kampung Subkultur Arek

Anugrah Yulianto Rachman. Peneliti Arek Institute. Kampung menyimpan kekayaan kultural. Kehadiranya bukan hanya sebagai...

Arek Pada Masa Pra Kolonialisme

Arek Pada Masa Pra Kolonialisme

Anugrah Yulianto Rachman--Nugi. Peneliti Arek Institute. Peneliti maupun penulis Indonesia selalu menandai masa pra kolonialisme...

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *