
Di Surabaya, keberadaan kesenian ludruk kian hari terus terpinggirkan. Itu dapat dilihat dari sulitnya masyarakat menemui pentas-pentas dari kesenian ini. Tak jarang masyarakat berpikir bahwa kesenian ini sudah punah. Bahkan anak muda sebagai generasi penerus tidak mengetahui kesenian ludruk. Dari kondisi krusial bagi keberlangsungan kesenian ini, timbul keresahan bagi pegiat & pecinta seni ludruk di Kelurahan Pagesangan, sehingga mereka membuat sebuah kelompok ludruk kampung, yaitu Warna Budaya Pagesangan.
Warna Budaya adalah kelompok ludruk kampung. Kelompok ludruk ini memiliki tobong atau tempat Latihan di daerah Pagesangan, kecamatan Jambangan, kota Surabaya. Kelompok ini dibentuk melalui inisiatif warga kelurahan Pagesangan. Selain itu mereka juga didukung secara penuh oleh Lembaga daerah, yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), dan kelompok ini sekaligus dipimpin oleh Bambang Sugeng yang di mana ia juga menjabat sebagai ketua pada lembaga ini.
Melihat keprihatinan terhadap kesenian ludruk. Akhirnya Bambang dan warga Pagesangan membentuk kelompok ludruk ini. Keprihatinan tersebut, faktanya, berbuah hasil. Sebab, sekarang, terdapat 20 aktor dan kru yang tergabung di dalam warna budaya. Jumlah anggota kelompok ini menunjukan bahwa kesenian ludruk di daerah ini diminati oleh warga sekitar karena anggotanya pun mayoritas diambil dari warga kampung kelompok ludruk ini.
Meskipun kelompok ludruk ini dibentuk dan diisi oleh kebanyakan warga kampungnya, tetapi komposisi anggota mereka juga terdapat beberapa pegiat seni dari kelompok lain. Hal tersebut bertujuan untuk mewadahi para pegiat seni dalam mengekspresikan keseniannya. Karena di masa sekarang masih banyak kelompok ludruk yang masih belum bisa menggelar pagelaran. Itu menyebabkan seniman ludruk lainnya tidak dapat berkarya dalam kesenian ini lagi. Jadi ruang tersebut sangat dimanfaatkan oleh seniman-seniman ini untuk terlibat dalam aktivitas kesenian kelomook ludruk Warna Budaya.
Keterlibatan seniman, dari kelompok ludruk lain, faktanya, gayung bersambut dengan tujuan kelompok ludruk ini. Itu adalah semangat untuk menjaga kelestarian kesenian ludruk. Mereka sekaligus ingin mengenalkan lagi kesenian ini ke kampungnya. Itu berangkat dari keresahan kelompok ludruk ini karena banyak anak-anak kecil di kampung tersebut banyak yang mulai tidak mengenal kesenian ludruk.
Dalam suatu wawancara, Bambang—selaku ketua kelompok ludruk Warna Budaya—menuturkan bahwa terbentuknya kelompok ludruk ini berdasarkan pada keprihatinan warga kampung terhadap kesenian ludruk yang kian hari tidak terdengar kembali. Mereka merindukan tabuhan gamelan ala ludruk dan dagelannya. Akibatnya generasi muda sebagai penerus tidak dapat lagi mengenali kesenian ludruk. Dari keresahan warga tersebut terhadap kesenian asli Surabaya ini, terbentuklah rasa ingin melestarikan & mengenalkan kesenian ludruk pada generasi selanjutnya.
Di sisi lain, jika dibandingkan dengan kelompok-kelompok ludruk lainnya, maka kelompok ludruk ini bisa dikatakan masih seumur jagung. Di mana kabanyakan kelompok ludruk dibentuk pada tahun 90-an dan terbaru yaitu luntas pada tahun 2016. Sedangkan Warna Budaya baru dibentuk pada September 2018. Namun kehadiran kelompok ludruk telah banyak memberikan suatu bukti bahwa kampung, di lingkungan subkultur Arek, memiliki kerinduan akan kesenian ini. Itu ditunjukan dengan animo keterlibatan masyarakat yang sangat besar baik dari penonton maupun keterlibatan langsung dalam aktivitas kesenian.
Meskipun begitu, semangat kelompok ludruk ini dalam mengihupi kesenian ini tidak kalah dengan kelompok ludruk lama. Di tahun 2018 hingga 2019, Mereka sudah tercatata beberapa kali melakukan pagelaran. Dan setiap pagelaran selalu menjaring penonton yang sangat banyak. Utamanya penonton dari warga Pagesangan sendiri. Sebab mereka sering melakukan pagelaran di daerah kampungnya. Fenomena kepadatan penonton, yang menghadiri pagelaran ini, menunjukan bahwa, sebenarnya, kesenian ludruk sangat dirindukan oleh Arek-Arek kampung.
Selain faktor kerinduan arek kampung dengan kesenian, warga Pagesangan sendiri sangat memiliki antusiasme yang tinggi. Sebab Warna Budaya adalah kelompok ludruk khas dari kampunya sendiri. Ini sekaligus menandai solidaritas masyarakat kampung atas insiasi dari sedulurannya sendiri. Akhirnya, mereka selalu mendukung penuh seluruh kegiatan berkesenian kelompok ludruk ini. Itu dibuktikan dengan giatnya warga kampung untuk selalu terlibat aktif baik dalam bentuk kehadiran—sebagai bentuk apresiasi—maupun terlibat dalam proses kreatifnya.
Celakanya, pada tahun 2020 hingga 2021, kelompok ludruk ini sempat vakum. Itu disebabkan oleh pandemi Covid yang memaksa kelompok ludruk ini harus rehat. Meskipun warna budaya sempat terpuruk, namun, setelah meredanya angka penyebara virus ini, kelompok ini kembali menggelar latihan-latihan untuk mengembalikan performa mereka. Mereka selalu mengadakan Latihan dan kumpul rutin di tempat mereka latihan, yaitu kelurahan Pagesangan.
Semakin baiknya Indonesia mengelola pandemic, sekarang kelompok ludruk ini telah muncul kembali. Mereka sudah melakukan tiga kali pagelaran dalam tiga bulan terakhir. Mereka mengadakan pagelaran pertama, setelah kondisi vakum, pada bulan November. Itu diselenggarakan di lapangan kelurahan Pagesangan, dan ketika itu, tim pendampingan Arek Insitute menghadiri pagelaranya. Dari situlah perjumpaan awal tim pendampingan dengan kelompok ludruk ini.
Pagelaran tersebut adalah awal untuk pagelaran mereka selanjutnya. Karena antusiasme yang membludak pada pagelaran tersebut, mereka mengadakan lagi pagelaran kedua pada 18 Desember 2021. Pada pagelaran kedua pun, penonton lagi-lagi memenuhi seluruh tempat pagelaran. Tempat duduk para penonton bahkan sampai penuh dan tidak dapat memenuhi penonton lainnya. Sehingga banyak penonton yang berdesakan dan berdiri hanya untuk menikmati pagelaran kelompok ludruk ini.
Menariknya, penonton pagelaran ini tidak hanya dari warga Pagesangan, tetapi banyak juga orang dari luar kampung ini ikut menonton pagelaran. Mereka berhasil meluaskan jangkauan penontonnya. Hal tersebut dapat terjadi karena kelompok ludruk ini memiliki cara yang berbeda dari kelompok ludruk gaya lama. Kelompok ludruk ini memanfaatkan pentingnya peran sosial media, khususnya WhatsApp. Mereka menyebarkan pamflet pagelaran mereka dari satu grup ke grup lainnya.
Selain itu kelompok ludruk ini juga berhasil memilih lokasi pagelaran. Mereka melakukan pagelaran kedua tersebut di tempat yang sangat strategis, yaitu kawasan Pedagang Kaki Lima (PKL) wisata religi sisi Utara Masjid Al-Akbar. Itu sekaligus memberikan suatu stimulus ekonomi kepada kelompok pedagang di sekitarnya. Pagealaranya juga menarik pengunjung untuk berbelanja makanan ringan maupun minuman di lingkungan pedagang tersebut. PKL yang biasanya sepi pengunjung pada hari itu dangangannya tersapu habis.
Singkat cerita, kehadiran kelompok ludruk Warna Budaya merupakan bentuk kemunculan yang sangat fenomenal dan bagaikan oase. Kelompok ini menandai kemunculan ulang kelompok ludruk Kampung, yang di mana itu pernah terjadi pada periode 90an, tetapi masa tersebut hadir dalam bentuk kelompok teater kampung yang tersebar di lingkungan Arek. Ini sekaligus munculnya gelombang baru pada kesenian ludruk, yaitu ludruk kampung.
0 Comments