Tari Garuda Arboyo
Alvianta Virgosa | Pendampingan Arek | Mahasiswa S1 Ilmu Politik FISIP Unair

Kesenian ludruk tidak hanya memiliki peran sebagai sarana hiburan saja. Namun itu juga memiliki peranan yang lebih vital, yaitu mengedukasi masyarakat. Itu dapat dilakukan melalui dunia kesenian yang nampak sangat menyenangkan dan menghibur. Salah satu upaya tersebut telah dilakukan oleh kelompok ludruk Arboyo, Surabaya. Mereka mengenalkan nilai nasionalisme melalui tarian yang mereka kembangkan, yaitu Tari Garuda.  

Tarian tersebut disusun sebab, kesadaran hal-ihwal nasionalisme dianggap sedang mengalami dekadensi. Itu ditunjukkan dari fakta aktual yang memberikan gambaran pola perilaku kontraproduktif yang kurang empati terhadap bangsa sendiri. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, seperti misalnya arus globalisasi yang mulai merambah luas di kalangan masyarakat. 

Berdasarkan permasalahan tersebut, Kelompok Ludruk Arboyo (Arek Suroboyo) mengembangkan tarian Garuda. Tarian tersebut bertujuan untuk melakukan diseminasi wacana nasionalisme. Itu merupakan upaya membumikan Pancasila melalui kesenian, dan ini ditunjukan dengan kehadiran tarian ini sebagai salah satu pembuka dalam setiap pagelaran kelompok ludruk ini. 

Layaknya namanya, tarian ini memiliki gerakan yang menyerupai sosok burung Garuda. Gerakan tersebut meliputi gerakan mengepak sayap, gerakan terbang, dan gerakan tolehan. Masing-masing gerakan tersebut memiliki maknanya sendiri. Sebagai contoh, gerakan mengepak sayap, yang melambangkan bahwa masyarakat Indonesia harus menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara.

Selain digunakan sebagai tarian pembuka, tarian Garuda juga menyematkan pembacaan Pancasila setelah tariannya selesai. Penonton dan segenap pemain diajak untuk berdiri dan mengumandangkan Pancasila bersama. Suasana semakin dibawa sangat khidmat dan mendalam dengan rangkain acara tersebut. Itu bertujuan mengajak, notabene, anak muda sebagai penontonnya untuk semakin membumikan Pancasila dalam kesenian. Sebab kelompok ludruk ini melihat bahwa saat ini banyak anak muda yang tidak memaknai Pancasila sebagai dasar negara dan falsafahnya.

Dalam pembacaan Pancasila, kelompok ludruk Arboyo mewajibkan semua pengunjung atau penonton untuk mengikuti sang Pembaca. Ini merupakan bagian dari penyebaran wacana yang dilakukan oleh kelompok ludruk Arboyo. Serta itu memiliki fungsi sebagai penanaman atau transmisi nilai kepada penonton bahwa Pancasila harus tetap ada di dalam setiap benak masyarakat. 

Melalui tarian ini, Arboyo ingin menunjukkan bahwa Pancasila tidak selalu dipahami secara kaku. Itu tak lagi dipelajari secara tekstual seperti yang diajarkan di bangku sekolah maupun perkuliahan. Namun pancasila juga dapat disebarkan wacananya melalui kesenian yang dekat dengan masyarakat. Dengan begitu, masyarakat dapat lebih mengenal dan merefleksikan Pancasila melalui wahana yang lebih menyenangkan ketimbang dunia pendidikan saja.  

Tarian ini tidak hanya memiliki fungsi diseminasi saja, tetapi ini juga sekaligus menandai karakter dari kelompok ludruk Arboyo—sebagai salah satu kelompok ludruk Pakem. Sebab pemilik dari tarian ini hanyalah kelompok ludruk ini, dan tidak ada satupun kelompok ludruk di Surabaya yang memiliki tarian ini. Tarian ini merupakan sebuah sarana edukasi yang diciptakan oleh kelompok ludruk Arboyo agar masyarakat tetap mengingat jati diri bangsanya, yaitu dasar negara Indonesia. 

Tari Garuda ini dibuat oleh istri Alm. Cak Lupus, yaitu Nonik. Perempuan yang biasa dipanggil Bunda Nonik ini telah menggantikan peran Alm. Cak Lupus menjadi pimpinan Arboyo. Sejak saat itu, Nonik memberikan suatu pembaharuan terhadap kelompok ludruknya dengan menambahkan Tari Garuda di awal pementasan. 

Dalam suatu wawancara, Nonik—selaku pimpinan Arboyo—mengatakan bahwa terdapat suatu hal yang melatarbelakangi pembuatan Tari Garuda ini. Itu disebabkan oleh rasa prihatinnya terhadap tergerusnya jati diri bangsa di kalangan masyarakat luas, khususnya Arek Suroboyo. Itu dapat dilihat dari banyaknya generasi muda, orang tua, hingga pejabat negara pun tidak hafal dengan Pancasila. Oleh karenanya, ia menciptakan tarian ini beserta pembacaan Pancasila untuk menarasikan kembali Pancasila di ruang publik.

Nonik juga mendapatkan dukungan dari Lupus—selaku ketua kelompok ludruk ini sebelum meninggal. Ia memberikan dukungan berupa semangat kepada Bunda Nonik untuk segera mengembangkan Tari Garuda yang kemudian disambung dengan Pembacaan teks Pancasila. Pembacaan tersebut dibaca oleh sang penari pada akhir penampilan, yang kemudian diikuti oleh semua penonton. 

Secara historis, tarian ini mulai disusun semenjak 10 Oktober 2021, dan Tari Garuda baru pertama kali ditampilkan di publik pada 23 November 2021 di Gedung Balai Budaya Surabaya. Saat itu, Arboyo diundang oleh Pemerintahan Kota Surabaya dalam agenda tahunan, yaitu Surabaya Art and Culture Festival 2021. Di dalam pementasan tersebut, Arboyo menampilkan lakon Sawunggaling. 

Dalam Tarian khas kelompok ludruk Arboyo ini, Nonik mewajibkan anggota yang tergabung untuk belajar. Artinya anggota yang tergabung dalam kelompok ludruk ini wajib untuk berlatih tarian garuda. Itu dilakukan Nonik, karena ia ingin narasi kecintaan terhadap bangsa tidak hanya ditujukan pada penonton saja. Namun dapat dimulai dari dalam tubuh anggota-anggota Arboyo itu sendiri. 

Secara struktur, setelah tari garuda dan pembacaan Pancasila selesai, kelompok ludruk ini menyambung dengan pakem-pakem yang sudah mereka terapkan sudah sejak lama. Pakem-pakem tersebut adalah kidungan, dagelan ditambah dengan kidungan, dan lakon yang diselingi dengan kidungan. Jadi mereka selalu menyisipkan kidungan di setiap pembabakan pagelarannya. Lalu, mereka juga memberikan kur milik kelompok ludruk ini. Lagu tersebut dibawakan oleh beberapa anak dari anggota Diklat Ludruk Arboyo. 

Penambahan baik itu Tari Garuda maupun kur milik Arboyo merupakan bentuk sarana edukasi agar masyarakat tetap mengingat jati diri bangsanya. Kelompok ludruk ini menunjukan bahwa pengarusutamaan wacana nasionalisme tidak hanya dapat dilakukan dalam bentuk yang kaku seperti bangku Pendidikan, tetapi itu juga dapat dilakukan dalam bidang kesenian, seperti kesenian ludruk.

Oleh sebab itu, kelompok ludruk Arboyo menjadikan kesenian ludruk sebagai sarana edukasi baik kepada masyarakat maupun anggota internal kelompok ini. Itu ditunjukan dengan upaya mengenalkan Pancasila melalui tarian ini maupun mengajarkannya kepada seluruh anggota kelompok ludruk ini. Dengan begitu, masyarakat dapat lebih melakukan refleksi terhadap Pancasila baik secara filosofis maupun ideologis. 

Artikel Lainnya

Mengenal Kembali Jula Juli

Mengenal Kembali Jula Juli

Ketika seni tradisional Jawa Timur diperbincangkan, sorotan utama sering kali tertuju pada ludruk—sebuah kesenian pertunjukan...

Masih dari Pelabuhan yang Sama

Masih dari Pelabuhan yang Sama

Pada pengujung abad ke-19, opera Melayu dan komedi stambul digelar hampir tanpa jeda di sudut utara kota Surabaya. Aktor-aktor...

Durasim (1)

Durasim (1)

Cak Durasim selalu ditempatkan sebagai pionir dalam kesenian ludruk. Kehadirannya juga dikaitkan dengan perkembangan awal...

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *